Katika saya silaturrahim ke kediaman
Buya Ahmad Safi’i Maarif, mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah
yang hingga usia senja masih giat bergulat dengan aktivitas pendidikan
dan kemanusiaan, Beliau sedang berada di sebuah masjid sederhana dekat
rumahnya. Di masjid itu Beliau menghabiskan waktu petang, baik untuk
salat Magrib dan Isya, maupun untuk memberi kesempatan bercengkerama
kepada banyak orang yang ingin menemui.
Beliau lalu bertutur tentang kegelisahan
selaku orang tua melihat demikian seringnya tragedi kemanusiaan
terjadi akhir-akhir ini. Tragedi pembantaian di Mesuji dan terakhir di
Bima, misalnya, adalah tamsil buruk dari punahnya budaya luhur dan
cinta kasih di negeri ini. Bahkan budaya korupsi, hemat Beliau, telah
sampai ke titik nadir ketiadaan moral. Kepedulian penguasa terhadap
kepentingan kemanusiaan semakin lusuh, dan bila tidak segera ditemukan
solusinya, ke depan bukan hanya akan menyebabkan Indonesia kehilangan
orientasi, tetapi juga akan benar-benar gagal menjadi bangsa beradab.
Namun, di balik kegelisahan itu, saya
melihat ketulusan, semangat, dan harapan yang begitu kuat memancar
dari wajah Buya. Berkali-kali Beliau mengatakan: Harus segera ada
solusi! Harus! Lalu, Buya bercerita tentang perjalanannya ke India pada
14 November 2011.
Alkisah, tanpa hubungan pendahuluan yang
intens, Buya diundang ke kota Bhubaneswar, Negara Bagian Orissa,
India, oleh seorang lelaki muda bernama Achyuta Samanta. Di tempat
kelahirannya, Samanta dikenal sebagai the poorest of the poor: orang
termiskin di tengah kehidupan orang-orang miskin.
Hal menarik dari kisah yang dituturkan
Buya adalah pilihan hidup Samanta yang menjauhi keserbamewahan tetapi
setiap waktu mampu memberikan kemewahan hidup kepada orang-orang di
sekitarnya. Bayangkan, begitu Buya tiba di Bandara Biju Patnaik, Beliau
dijemput oleh Dr Mahendra Prasad, Direktur Hubungan Internasional
Universitas Kalinga Institute of Industrial Technology (KITT) dengan
mobil yang cukup mewah.
Sepanjang perjalanan ke Hotel Trident,
Mahendra Prasad menjelaskan kepada Buya tentang sosok Samanta selaku
pendiri KIIT dan KISS (Kalinga Institute of Social Sciences).
Belum berumur 20 tahun, KIIT dan KISS
sudah tampil sebagai salah satu universitas kelas dunia dengan 36.000
mahasiswa, termasuk mahasiswa asing. KISS dibangun untuk mendidik
anak-anak termiskin dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan
tinggi. Ada 10.000 siswa dan mahasiswa miskin ditampung dan dididik
secara gratis oleh KISS. Pejabat-pejabat KIIT dan KISS bekerja di
ruangan ber-AC, mobil mewah, dan berdasi.
Sore di hari yang sama, Buya diajak
menyimak kehidupan kota Bhubaneswar oleh seorang pemuda bernama Chitta
Ranjan Panda, asisten liaison officer Universitas KIIT. Buya dan
Chitta lalu mengunjungi Candi Surya, peninggalan Kerajaan Kalinga, dan
ke pantai melihat matahari terbenam dengan mobil KIIT yang mewah.
Tetapi mobil pribadi yang dikendarai Samanta hanya mobil sederhana yang
hingga 10 tahun tak tergantikan.
Baru dikeesokan harinya, Selasa 15
November, Buya diajak mengelilingi lingkungan kampus KIIT dan KISS
yang sedang membangun gedung-gedung baru untuk kelas tambahan bagi
peserta didik yang berasal dari kalangan orang-orang miskin itu.
Di hari pertama bertemu Samanta, Buya
mengatakan bahwa dirinya tak pantas dikagumi dan mendapatkan undangan
khusus untuk menceramahi 15.000 siswa dan mahasiswa miskin yang
berdisiplin tinggi di lapangan terbuka kampus KISS. ”Tak ada gunanya
Anda mengundang saya ke sini. Saya bukan siapa-siapa dibanding Anda.”
Dengan tetap menjaga sikap santun dan hormat, Samanta membalas ucapan Buya. ”Jangan berkata begitu. Saya mengagumi Anda.”
Namun, yang sulit dibayangkan adalah
pilihan hidup Samanta yang memilih tinggal di rumah sewa dan berkantor
di bawah pohon, dengan sebuah meja kuno dan beberapa kursi plastik.
Di kantornya itu Samanta menerima tamu mulai dari orang termiskin
sampai presiden, menteri, gubernur, pemenang Hadiah Nobel, Hadiah
Magsaysay, pejabat KIIT/KISS, dan tokoh-tokoh dunia lainnya.
Pulang dari India, Buya, yang lebih
mengagumi Samanta ketimbang dirinya sangat berharap sosok Samanta juga
muncul di negeri ini.
sumber : http://sosok.kompasiana.com/2012/04/09/si-miskin-menolong-orang-miskin/
0 komentar:
Posting Komentar