Rabu, 25 Juli 2012

Si Miskin Menolong Orang Miskin

Katika saya silaturrahim ke kediaman Buya Ahmad Safi’i Maarif, mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang hingga usia senja masih giat bergulat dengan aktivitas pendidikan dan kemanusiaan, Beliau sedang berada di sebuah masjid sederhana dekat rumahnya. Di masjid itu Beliau menghabiskan waktu petang, baik untuk salat Magrib dan Isya, maupun untuk memberi kesempatan bercengkerama kepada banyak orang yang ingin menemui.
Beliau lalu bertutur tentang kegelisahan selaku orang tua melihat demikian seringnya tragedi kemanusiaan terjadi akhir-akhir ini. Tragedi pembantaian di Mesuji dan terakhir di Bima, misalnya, adalah tamsil buruk dari punahnya budaya luhur dan cinta kasih di negeri ini. Bahkan budaya korupsi, hemat Beliau, telah sampai ke titik nadir ketiadaan moral. Kepedulian penguasa terhadap kepentingan kemanusiaan semakin lusuh, dan bila tidak segera ditemukan solusinya, ke depan bukan hanya akan menyebabkan Indonesia kehilangan orientasi, tetapi juga akan benar-benar gagal menjadi bangsa beradab.
Namun, di balik kegelisahan itu, saya melihat ketulusan, semangat, dan harapan yang begitu kuat memancar dari wajah Buya. Berkali-kali Beliau mengatakan: Harus segera ada solusi! Harus! Lalu, Buya bercerita tentang perjalanannya ke India pada 14 November 2011.
Alkisah, tanpa hubungan pendahuluan yang intens, Buya diundang ke kota Bhubaneswar, Negara Bagian Orissa, India, oleh seorang lelaki muda bernama Achyuta Samanta. Di tempat kelahirannya, Samanta dikenal sebagai the poorest of the poor: orang termiskin di tengah kehidupan orang-orang miskin.
Hal menarik dari kisah yang dituturkan Buya adalah pilihan hidup Samanta yang menjauhi keserbamewahan tetapi setiap waktu mampu memberikan kemewahan hidup kepada orang-orang di sekitarnya. Bayangkan, begitu Buya tiba di Bandara Biju Patnaik, Beliau dijemput oleh Dr Mahendra Prasad, Direktur Hubungan Internasional Universitas Kalinga Institute of Industrial Technology (KITT) dengan mobil yang cukup mewah.
Sepanjang perjalanan ke Hotel Trident, Mahendra Prasad menjelaskan kepada Buya tentang sosok Samanta selaku pendiri KIIT dan KISS (Kalinga Institute of Social Sciences).
Belum berumur 20 tahun, KIIT dan KISS sudah tampil sebagai salah satu universitas kelas dunia dengan 36.000 mahasiswa, termasuk mahasiswa asing. KISS dibangun untuk mendidik anak-anak termiskin dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Ada 10.000 siswa dan mahasiswa miskin ditampung dan dididik secara gratis oleh KISS. Pejabat-pejabat KIIT dan KISS bekerja di ruangan ber-AC, mobil mewah, dan berdasi.
Sore di hari yang sama, Buya diajak menyimak kehidupan kota Bhubaneswar oleh seorang pemuda bernama Chitta Ranjan Panda, asisten liaison officer Universitas KIIT. Buya dan Chitta lalu mengunjungi Candi Surya, peninggalan Kerajaan Kalinga, dan ke pantai melihat matahari terbenam dengan mobil KIIT yang mewah. Tetapi mobil pribadi yang dikendarai Samanta hanya mobil sederhana yang hingga 10 tahun tak tergantikan.
Baru dikeesokan harinya, Selasa 15 November, Buya diajak mengelilingi lingkungan kampus KIIT dan KISS yang sedang membangun gedung-gedung baru untuk kelas tambahan bagi peserta didik yang berasal dari kalangan orang-orang miskin itu.
Di hari pertama bertemu Samanta, Buya mengatakan bahwa dirinya tak pantas dikagumi dan mendapatkan undangan khusus untuk menceramahi 15.000 siswa dan mahasiswa miskin yang berdisiplin tinggi di lapangan terbuka kampus KISS. ”Tak ada gunanya Anda mengundang saya ke sini. Saya bukan siapa-siapa dibanding Anda.”
Dengan tetap menjaga sikap santun dan hormat, Samanta membalas ucapan Buya. ”Jangan berkata begitu. Saya mengagumi Anda.”
Namun, yang sulit dibayangkan adalah pilihan hidup Samanta yang memilih tinggal di rumah sewa dan berkantor di bawah pohon, dengan sebuah meja kuno dan beberapa kursi plastik. Di kantornya itu Samanta menerima tamu mulai dari orang termiskin sampai presiden, menteri, gubernur, pemenang Hadiah Nobel, Hadiah Magsaysay, pejabat KIIT/KISS, dan tokoh-tokoh dunia lainnya.
Pulang dari India, Buya, yang lebih mengagumi Samanta ketimbang dirinya sangat berharap sosok Samanta juga muncul di negeri ini.

sumber :  http://sosok.kompasiana.com/2012/04/09/si-miskin-menolong-orang-miskin/

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls